Isaac Herzog Terpilih sebagai Presiden Israel
Parlemen Israel pada hari Rabu memilih Isaac Herzog sebagai presiden baru. Herzog akan menggantikan Presiden Reuven Rivlin yang mengakhiri masa jabatannya bulan depan.
Parlemen Israel pada hari Rabu memilih Isaac Herzog sebagai presiden baru. Herzog akan menggantikan Presiden Reuven Rivlin yang mengakhiri masa jabatannya bulan depan.
“Kita harus mempertahankan posisi dan reputasi internasional Israel dalam keluarga bangsa, memerangi anti-Semitisme dan kebencian terhadap Israel, serta menjaga pilar demokrasi kita,” kata Herzog dalam pidatonya seperti dikutip JFDNEWS, Rabu, 2 Juni 2021.
Herzog adalah politisi kiri-tengah senior di Israel. Dalam pemilihan presiden ini, ia mengalahkan Miriam Peretz, seorang akademisi wanita, dengan 87 suara berbanding 26.
Herzog pertama kali terpilih menjadi anggota parlemen pada tahun 2003. Pria berusia 60 tahun itu kemudian memimpin Partai Buruh dan memegang beberapa portofolio di pemerintahan koalisi. Posisi publik terbarunya adalah sebagai kepala Badan Yahudi untuk Israel, yang mendorong imigrasi.
Sebelumnya ia adalah seorang pengacara, putra mendiang presiden Israel Chaim Herzog, yang juga menjabat sebagai duta besar Israel untuk PBB.
Ia dikenal dengan nama panggilan masa kecilnya "Bougie", kombinasi dari kata Ibrani untuk boneka "buba" dan kata untuk mainan yang digunakan oleh anak-anak Prancis, "joujou".
Dia kalah dalam pemilihan perdana menteri Israel 2015 oleh Benjamin Netanyahu dalam referendum nasional 2015. Pemilihannya sebagai presiden saat ini dinilai karena Netanyahu kemungkinan besar tidak akan dipilih kembali sebagai perdana menteri.
Dalam sambutannya, Herzog menyinggung konflik baru-baru ini antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Pasalnya, pertempuran tersebut memicu konflik horizontal yang jarang terjadi antara mayoritas Yahudi dan minoritas Arab di kota-kota Israel.
"Sangat penting, sangat penting, untuk mengobati luka terbuka yang terbuka di masyarakat kita baru-baru ini," kata Herzog di parlemen.
Kepresidenan di Israel lebih dari sekadar seremonial dan sebagai simbol mempromosikan persatuan antara kelompok etnis dan agama. Pemegang kekuasaan eksekutif tetap di tangan perdana menteri.