Efek Samping AstraZeneca Lebih Kuat Dari Sinovac?

Efek Samping AstraZeneca Lebih Kuat Dari Sinovac?

Dari beberapa jenis vaksin COVID-19 yang digunakan di Indonesia, vaksin AstraZeneca dan Sinovac merupakan dua jenis vaksin yang banyak digunakan karena ketersediaan dosisnya.

Dari beberapa jenis vaksin COVID-19 yang digunakan di Indonesia, vaksin AstraZeneca dan Sinovac merupakan dua jenis vaksin yang banyak digunakan karena ketersediaan dosisnya. Indonesia dilaporkan telah mengamankan sekitar 6 juta dosis vaksin AstraZeneca dan 68 juta dosis vaksin Sinovac.

Terkait hal tersebut, di masyarakat terdapat persepsi bahwa efek samping vaksin AstraZeneca cenderung lebih parah dibandingkan vaksin Sinovac. Berawal dari kisah pengalaman orang yang mengaku telah menjalani vaksinasi COVID-19.

Ahli biologi molekuler dan vaksinolog Ines Atmosukarto menjelaskan bahwa efek samping setelah vaksinasi bisa berbeda untuk setiap orang. Ada yang mungkin tidak merasakan apa-apa, namun ada juga yang mengalami demam hingga nyeri tanpa memandang jenis vaksinnya.

"Jadi pernyataannya tidak bisa besar-besaran. Karena itu kembali ke daya tahan tubuh semua orang," kata Ines dalam diskusinya dengan ahli biologi molekuler lainnya, Ahmad Rusdan Utomo, di saluran Youtube Pak Ahmad dan dikutip, Rabu (19/5/ 2021).

Namun, Ines mengaku sudah mendengar kabar tentang efek samping vaksin AstraZeneca yang semakin 'kuat'. Salah satu teori yang mungkin menjelaskan mengapa ada perbedaan platform atau teknologi pengembangan yang berbeda antara vaksin COVID-19 AstraZeneca dan Sinovac.

Kemungkinan besar karena vaksin tersebut sebenarnya terdiri dari virus yang masih hidup namun melemah. Jadi apa nama reaksinya jauh lebih kompleks.

"Reaksi tubuh kita. Itu tandanya sistem imun bekerja untuk mengenali pembawa adenovirus ini sebagai sesuatu yang asing dan kemudian muncul respon imun," lanjutnya.

Vaksin AstraZeneca diketahui dikembangkan dengan platform adenovirus. Para peneliti memodifikasi virus yang tidak berbahaya dari simpanse untuk membawa materi virus SARS-CoV-2 dan memicu respons kekebalan.

Sedangkan vaksin Sinovac dikembangkan dengan platform yang tidak aktif. Virus SARS-CoV-2 utuh yang telah dibunuh digunakan dalam vaksin untuk memicu respons imun.